Bismillahirrohmanirrohim
Assalammu’alaikum
warohmatullohi wabarokatuh.
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan Makalah Ilmu Pendidikan Islam mengenai “Metodologi pendidikan
Islam”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih
banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dan atas
terselesaikannya penyusunan makalah ini, tak lupa kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak Dosen Dr.H.M.Djaswidi
Alhamdani,M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang telah
membimbing dan mendidik kami sehingga kami menjadi mahasiswa yang berilmu.
2.
Semua pihak yang telah
membantu penulis demi terselesainya makalah ini.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran
bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai, Amin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh.
Ciamis, 20 Maret 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Metodologi Pendidikan Islam ................................. 2
2.2 Jenis-jenis Pendidikan ............................................................... 2
2.3 Metodologi Pendidikan dalam Al-Qur’an ................................ 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................... 12
3.2 Saran ......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada awal tahun 1970-an berbicara mengenai
penelitian agama dianggap tabu. Orang akan berkata : kenapa agama yang sudah
begitu mapan mau diteliti ; agama adalah wahyu Allah. Sikap serupa terjadi di
Barat. Dalam pendahuluan buku Seven Theories Of Religion dikatakan, dahulu
orang Eropa menolak anggapan adanya kemungkinan meniliti agama. Sebab, antara
ilmu dan nilai, antara ilmu dan agama ( kepercayaan ), tidak bisa disinkronkan.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad
Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir
dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia,
sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-qur’an dan Hadis,
tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan
progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual,
senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap
positif lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas maka masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah :
A. Apa pengertian
metodologi pendidikan islam?
B. Apa saja jenis-jenis pendidikan ?
C. Bagaimana metodologi dalam Al-Qur’an ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, maka tujuan di tulisnya makalah ini adalah :
A. Untuk mengetahui pengertian metodologi
pendidikan islam.
B. Untuk mengetahui jenis-jenis pendidikan.
C. Untuk mengetahui metodologi dalam Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Metodologi Pendidikan Islam
Metodologi pendidikan islam adalah suatu ilmu pengetahuan tentang metode
yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik. Metodologi pendidikan islam
memberikan tugas dan fungsi memberikan jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi
pelaksanaan dari ilmu pendidikan islam tersebut. Pelaksanaannya berada dalam
ruang lingkup proses kependidikan yang diciptakan unuk mencapai tujuan
pendidikan islam.
B. Jenis-jenis Pendidikan Islam
1. Pendidkan Umum
Yaitu suatu pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Contohnya seperti SD, SMP, SMA.
2. Pendidikan Kejuruan
Yaitu pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta
didik untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan dapat diartikan
dari berbagai segi. Bila seseorang belajar cara bekerja, maka orang
tersebut mendapatkan pendidikan kejuruan.
Byram & Wenrich menyatakan bahwa
dari sudut pandang sekolah, pendidikan kejuruan mengajarkan orang cara bekerja
secara efektif. Dengan demikian, pendidikan kejuruan berlangsung
apabila individu atau sejumlah individu mendapatkan informasi, pemahaman,
kemampuan, keterampilan, apresiasi, minat atau sikap, yang memungkinkan dia
untuk memulai atau melanjutkan suatu aktivitas yang produktif.
Menurut Evans pendidikan kejuruan
merupakan bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih
mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada
bidang-bidang pekerjaan lain. Sebelumnya, Hamalik menyatakan bahwa
pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar
keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang
dipandang sebagai latihan keterampilan. Lebih lanjut, Djohar mengemukakan
bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu program pendidikan yang menyiapkan
individu peserta didik menjadi tenaga kerja profesional dan siap untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Karakteristik pendidikan kejuruan
menurut Djohar adalah sebagai berikut:
- Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang memiliki sifat untuk menyiapkan penyediaan tenaga kerja. Oleh karena itu orientasi pendidikan kejuruan tersebut mengarah pada lulusan yang dapat dipasarkan di dunia kerja.
- Justifikasi pendidikan kejuruan mengacu pada kebutuhan nyata tenaga kerja di dunia usaha dan industri.
- Pengalaman belajar yang didapatkan melalui pendidikan kejuruan meliputi aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik yang diterapkan baik pada situasi simulasi kerja melalui proses belajar mengajar, maupun situasi kerja yang nyata dan sebenarnya.
- Keberhasilan pendidikan kejuruan diukur dari dua kriteria, yaitu keberhasilan siswa di sekolah (in-school success), dan keberhasilan siswa di luar sekolah (out-of school success. Kriteria pertama meliputi keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler, sedangkan kriteria kedua ditunjukkan oleh keberhasilan atau kinerja lulusan setelah berada di dunia kerja yang nyata dan sebenarnya.
- Pendidikan kejuruan memiliki kepekaan/daya suai (responsiveness) terhadap perkembangan dunia kerja. Oleh karena itu pendidikan kejuruan harus dapat responsif dan proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan menekankan pada upaya adaptabilitas dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek karir anak didik dalam jangka panjang.
- Bengkel kerja dan laboratorium merupakan kelengkapan utama dalam pendidikan kejuruan, untuk dapat mewujudkan situasi belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif.
- Hubungan kerjasama antara lembaga pendidikan kejuruan dengan dunia usaha dan industri merupakan suatu keharusan, seiring dengan tingginya tuntutan relevansi program pendidikan kejuruan dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
Djojonegoro menjelaskan pendidikan kejuruan memiliki
multi-fungsi yang jika dilaksanakan dengan baik akan memberikan kontribusi yang
besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional. Fungsi-fungsi
tersebut mencakup:
(a) Sosialisasi yaitu solidaritas, religi, seni, dan
jasa;
(b) kontrol sosial yaitu kontrol perilaku dengan
norma-norma kerjasama, keteraturan, kebersihan, kedisiplinan, kejujuran,
keterbukaan;
(c) Seleksi dan alokasi yaitu mempersiapkan, memilih,
dan menempatkan calon tenaga kerja sesuai dengan permintaan pasar kerja;
(d) Asimilasi dan Konservasi budaya yaitu absorbsi
antar budaya masyarakat serta pemeliharaan budaya lokal;
(e) Mempromosikan perubahan demi perbaikan.
Pendidikan kejuruan tidak hanya mendidik dan melatih
keterampilan yang ada, tetapi juga harus berfungsi sebagai pendorong perubahan.
Pendidikan kejuruan berfungsi sebagai proses akulturasi atau penyesuaian
diri dengan perubahan dan enkulturasi atau pembawa perubahan bagi masyarakat.
Oleh karena itu, pendidikan kejuruan diharapkan tidak hanya adaptif tetapi juga
harus antisipatif.
Selain fungsi di atas, Sudira juga mengemukakan bahwa
pendidikan kejuruan juga memiliki tiga manfaat utama yaitu:
(a) bagi peserta didik, manfaat yang didapatkan adalah
sebagai peningkatan kualitas diri, peningkatan peluang mendapatkan pekerjaan,
peningkatan peluang berwirausaha, peningkatan penghasilan, penyiapan bekal
pendidikan lebih lanjut, penyiapan diri bermasyarakat, berbangsa, bernegara,
penyesuaian diri terhadap perubahan dan lingkungan;
(b) bagi dunia kerja, mereka dapat memperoleh tenaga
kerja berkualitas tinggi, meringankan biaya usaha, membantu memajukan dan
mengembangkan usaha;
(c) bagi masyarakat secara keseluruhan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan produktivitas nasional,
meningkatkan penghasilan negara, mengurangi pengangguran.
Terdapat tiga model penyelenggaraan pendidikan
kejuruan,
- Model 1. Dalam model 1 ini, pemerintah tidak memiliki peran, atau perannya hanya bersifat marginal dalam proses kualifikasi pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya liberal, namun model ini juga berorientasi pada pasar (market-oriented model) permintaan tenaga kerja. Perusahaan-perusahaan sebagai pemeran utama juga dapat menciptakan desain pendidikan kejuruan yang tidak harus berdasarkan pada prinsip pendidikan yang bersifat umum, dan pemerintah dalam hal ini tidak memiliki pengaruh kuat dalam melakukan intervensi terhadap perusahaan karena dalam hal ini perusahaan adalah sebagai sponsor dan pendukung dana. Negara-negara yang menganut model ini adalah Inggris, Amerika Serikat dan Jepang.
- Model 2. Model ini sifatnya birokrat, pemerintah dalam hal ini yang menentukan jenis pendidikan apa yang harus dilaksanakan di perusahaan, bagaimana desain silabusnya, begitu pula dalam hal pendanaan dan pelatihan yang harus dilaksanakan oleh perusahaan tidak selalu berdasarkan permintaan kebutuhan tenaga kerja ataupun jenis pekerjaan saat itu. Dalam hal ini, pemerintah sendiri yang melakukan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian pendidikan kejuruan. Walaupun model ini disebut juga model sekolah (school model), pelatihan dapat dilaksanakan sepenuhnya di perusahaan. Beberapa negara seperti Perancis, Italia, Swedia serta banyak dunia ketiga juga melaksanakan model ini.
- Model 3. Pemerintah menyiapkan dan memberikan kondisi yang relatif terpadu dalam pendidikan kejuruan bagi perusahaan-perusahaan swasta dan sponsor swasta lainnya. Model ini disebut juga model pasar dikontrol pemerintah (state controlled market). model ini disebut model sistem ganda (dual system) yang sistem pembelajarannya dilaksanakan di dua lokasi, yaitu di sekolah kejuruan dan di mitra kerja (dunia usaha dan industri) yang keduanya saling membantu dalam menciptakan kemampuan kerja lulusan yang handal. Negara yang menggunakan sistem ini diantaranya Swiss, Austria, Jerman dan Indonesia.
Kecenderungan yang digunakan di
Indonesia adalah “Model 3”, yang pelaksanaan pendidikan sistem ganda tersebut
dilaksanakan di dua lokasi yaitu di sekolah dan di industri sebagai mitra kerja
sekolah kejuruan. Menurut Djojonegoro (dalam Muliaty, 2007:9) pendidikan
sistem ganda merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian
kejuruan yang secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di
sekolah dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh.
1)
Pendidikan akademik.
Pendidikan
akademik adalah system pendidikan tinggi yang diarahkan pada
penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
tertentu, yang mencakup program pendidikan sarjana, magister, dan doktor.
Lulusannya mendapatkan gelar akademik sarjana, magister, dan doktor.
Sebagai contoh, lulusan pendidikan akademik sarjana
ekonomi bergelar S.E., sarjana kedokteran mendapat gelar S.Med., sarjana teknik
mendapat gelar S.T., dan sarjana pendidikan bergelar S.Pd.; demikian juga gelar
magisternya sesuai dengan bidang atau rumpun ilmu; sedangkan gelar pendidikan
doktor sama, yakni Dr.
Lazimnya, pendidikan sarjana
diarahkan untuk penerapan ilmu, pendidikan magister diarahkan untuk pengembangan ilmu, dan pendidikan doktor
diarahkan untuk penemuan ilmu.
2)
Pendidikan Profesi
Yaitu suatu pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan
peserta didik agar memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan
profesi juga diartikan sebagai suatu sistem pendidikan tinggi setelah program
pendidikan sarjana yang menyiapkan peserta didik untuk menguasai keahlian
khusus. Lulusan pendidikan profesi mendapatkan gelar profesi.
Sebagai contoh, setelah bergelar
S.E, seseorang menempuh pendidikan profesi Akuntan, maka dia bergelar S.E. Ak;
setelah bergelar S.Med., seseorang menempuh pendidikan profesi dokter, maka dia
mendapat gelar dr. (dokter) dan seorang yang telah begelar profesi dokter
(umum) melanjutkan ke program pendidikan spesialis (PPDS), dia mendapat gelar
spesialis tententu, misalnya, dr. Sp.M (spesialis Mata), dr. Sp.A (spesialis
Anak), dr. SpKJ (spesialis Kesehatan Jiwa), dsb.
3)
Pendidikan Vokasi
Yaitu pendidikan tinggi yang diarahkan untuk
mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan
tertentu maksimal setara dengan program sarjana. Pendidikan vokasi juga
merupakan
sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan
tertentu, yang mencakup program pendidikan diploma I, diploma II, diploma III,
dan diploma IV. Lulusan pendidikan vokasi mendapatkan gelar vokasi, misalnya
A.Ma (Ahli Madya), A.Md (Ahli Madya).
4) Pendidkan Keagamaan
Yaitu pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan tentang
ajaran agama atau menjadi ahli ilmu agama. Contohnya :
Pesantren, MI, MTS, MA, MAK, dan Sekolah Tinggi Theologia.
5)
Pendidikan Khusus
Yaitu pendidikan yang
diselenggarakan bagi peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif. Ciontohnya:
Sekolah Luar Biasa Istilah "pendidikan luar biasa" atau
"pendidikan khusus" adalah terjemahan dari "special education".
Hingga awal tahun 1970-an Special education didefinisikan sebagai profesi yang
dimaksudkan untuk mengelola variabel-variabel pendidikan guna mencegah,
mengurangi, atau menghilangkan kondisi-kondisi yang mengakibatkan
gangguan-gangguan yang signifikan terhadap keberfungsian anak dalam bidang
akademik, komunikasi, lokomotor, atau penyesuaian, dan anak yang menjadi
targetnya disebut "exceptional children" ("anak
berkelainan" atau "anak luar biasa" ).
Sejak tahun 1980-an, fokus special education adalah kebutuhan
khusus anak dan intervensi lingkungan agar kebutuhan khusus anak itu dapat
terpenuhi. Anak yang menjadi fokus special education itu disebut "children
with special needs". Oleh karena itu, Wikipedia mendefinisikan special
education sebagai berikut:
Kebutuhan khusus tersebut adalah yang diakibatkan oleh
berbagai kategori disabilitas dan keberbakatan (giftedness). "Pendidikan
khusus" merupakan terjemahan langsung dari frase "special
education", sedangkan "pendidikan luar biasa" merupakan
terjemahan yang sudah disisipi nuansa rasa. Frase "luar biasa" selalu
mengandung rasa yang "dilebih-lebihkan" (exagerated). Oleh karenanya,
anak yang menjadi kajian PLB juga disebut "anak luar biasa"; padahal
seharusnya kita menanamkan pemahaman bahwa mereka sesungguhnya anak biasa
seperti anak-anak lainnya tetapi mereka memiliki kebutuhan khusus akibat
disabilitasnya dan akibat lingkungan yang tidak aksesibel.
lawan dari special education adalah general education.
Kalau kita menggunakan terjemahan langsung, maka kita dapat mengatakan bahwa
lawan dari pendidikan khusus adalah pendidikan umum. Lalu, apa lawan dari
pendidikan luar biasa? Pendidikan biasa? Tetapi istilah "pendidikan
biasa" tidak lazim. Ini berarti bahwa ada sesuatu yang salah dengan
istilah "pendidikan luar biasa".
Di atas semua itu, undang-undang RI membenarkan
penggunaan istilah pendidikan khusus. Istilah pendidikan khusus digunakan dalam
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 32
undang-undang tersebut menggariskan bahwa "Pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa."
Berdasarkan semua argumentasi yang telah dikemukakan
dalam tulisan ini, maka jurusan yang selama ini disebut "pendidikan luar
biasa" (di jenjang S1) dan "pendidikan kebutuhan khusus" (di
jenjang S2) seharusnya diberi nama "Pendidikan Khusus". Di pihak
lain, peserta didik yang menjadi fokus kajian pendidikan khusus seyogyanya kita
sebut "anak berkebutuhan khusus". Perlu ditekankan kembali bahwa
kebutuhan khusus anak-anak ini adalah akibat disabilitas atau keberbakatan.
Adapun sekolah yang secara segregasi melayani anak berkebutuhan khusus ini
seharusnya kita sebut sebagai "sekolah khusus", bukan "sekolah
luar biasa". Di samping itu, anak-anak ini juga dapat memilih bersekolah
di sekolah umum dengan setting pendidikan inklusif. Agar kehadiran, partisipasi
dan keberhasilan anak-anak ini di sekolah umum dapat optimal, mereka perlu
mendapat layanan pendidikan khusus.
3. Metodologi Pendidikan dalam Al-Qur’an
Dalam metodologi
pendidikan diperlukan adanya sebuah konsep yang menurut peneliti, jika ingin
membuat konsep-konsep pendidikan yang mengacu pada ajaran Islam maka penting
untuk melihat landasan Islam itu sendiri. Oleh karena itu metodologi pendidikan
yang ada pun
harus diambil dari landasan Islam, yaitu Al-Qur’an dan
Hadits. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah yang mengatakan, “Sesungguhnya
telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang bila kamu berpegang teguh
kepadanya pasti tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu al-Qur’an dan
Sunnahku” (HR. Bukhari). Keduanya menjadi basis atau dasar dalam pendidikan
Islam tersebut.
Setidak-tidaknya ada dua alasan besar yang bisa
disebutkan bahwa al-Qur’an berperan besar melakukan proses pendidikan kepada
ummat manusia.
Pertama, Al-Qur’an banyak menggunakan
term-term yang mewakili dunia pendidikan, misalnya term Ilmu yang
diungkap sebanyak 94 kali (belum termasuk turunan katanya), hikmah yang
menggambarkan keilmuan diungkap sebanyak 20 kali, ya’kilûn yang
menggambarkan proses berfikir diungkap sebanyak 24 kali, ta’lam yang
diungkap sebanyak 12 kali, ta’lamûna yang diungkap sebanyak 56 kali, yasma’ûn
yang diungkap sebanyak 19 kali, yazakkaru yang diungkap sebanyak 6
kali, dan term-term lainnya.
Kedua, Al-Qur’an mendorong ummat manusia berfikir
dan melakukan analisa pada fenomena yang berada di sekitar kehidupan manusia
itu sendiri. Dalam hal ini, al-Nahlawy menjelaskan bahwa ada empat cara tahapan
al-Qur’an melakukan hal tersebut yaitu :
- Al-Quran mengungkapkan realita-realita yang dihadapi langsung oleh manusia, seperti laut, gunung, bulan dan lain sebagainya. Kemudian al-Qur’an mendorong akal manusia untuk merenungkan proses tersebut. Pada konteks ini al-Qur’an selalu memberikan motifasi bahwa semua ini adalah tanda-tanda bagi komunitas yang berakal.
- Al-Qur’an memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan manusia terkait tentang alam semesta.
- Al-Qur’an mendorong fitrah manusia untuk menyadari bahwa realitas alam ini butuh satu kekuatan yang mengatur, penjaga keseimbangan, ada keterkaitan yang erat antara sang Pencipta dan ciptaan-Nya, dan pada akhirnya sampai pada kesimpulan tentang hubungan antara manusia dengan Sang Khalik tersebut, Allah SWT.
- Al-Qur’an mendorong manusia untuk tunduk dan khusyu’ kepada Sang Khalik, diikuti kesiapan untuk merealisasikan kesadaran tersebut.
Keistimewaan
proses pendidikan yang digambarkan al-Qur’an ini nampak pada segi penyampaian
argumennya. Argumen pada ayat-ayat al-Qur’an tersebut selalu dibangun
beriringan dengan ayat-ayat kauniyah, dimana pola tersebut ikut menata
kemampuan fikir, gerak dan intuisi yang ada pada manusia. Kesemuanya ini
memperlihatkan bahwa al-Qur’an telah melakukan upaya sangat positif dalam
melakukan proses pendidikan terkait wawasan eksistensi manusia.
Menurut Syaikh Saltut, al-Qur’an mengunakan
empat cara dalam menjelaskan pendidikan yang ada dalam ayat-ayatnya, yaitu:
- Melalui pendidikan pada manusia agar terdorong meneliti, mentadabburi kekuasaan jagad raya ciptaan Allah SWT. Hal ini merupakan bentuk pemuliaan Allah kepada akal manusia, sehingga manusia mampu mencerahkan keagungan ciptaan-Nya seperti udara, air, guna pemberdayaan tugas kekhalifahan;
- Melalui pendekatan cerita-cerita ummat masa silam, baik kisah yang berjaya karena keshalehannya maupun yang mendapatkan azab karena kedzalimannya. Penyebutan kisah tersebut lebih kepada ittiba’, bukan dalam tataran kajian historisnya ataupun sekedar parade ketokohan;
- Melalui penyadaran perasaan sehingga mampu mencerna sunatullah dalam kehidupan;
- Melalui pendekatan berita-berita kabar gembira atau ancaman.
Dalam menjelaskan setiap ayat-ayatnya,
al-Qur’an memiliki metodologi yang beragam dalam menjelaskan ayat-ayatnya.
Menurut Muhammad Arifin, gaya bahasa dan ungkapan yang terdapat di dalam al-Qur’an
menunjukkan fenomena bahwa pesan-pesan al-Qur’an mengandung nilai-nilai
metodologis yang memiliki corak dan ragam sesuai situasi, kondisi, dan sasaran
yang dihadapi. Di dalam mengunakan cara dengan pendekatan perintah
dan larangan (‘amr wa nahi), Allah senantiasa memperhatikan kadar kemampuan masing-masing hamba-Nya, sehingga ‘taklif’ (beban) itu
berbeda-beda meskipun dalam tugas yang sama. Sistem pendekatan metodologis yang
diungkapkan al-Qur’an bersifat multi approach, yang meliputi pendekatan
religius, filosofis, sosio kultural dan scientific.
Akhlak juga sering kali
dikaitkan dengan proses pendidikan, karena pendidikan tanpa akhlak akan menjadi
suatu kesatuan yang kurang sempurna. Maka amatlah tepat jika pendidikan dalam Islam
bisa menerapkan metodologi pendidikan dengan akhlak yang
tergambar dalam al-Qur’an.
Dalam perspektif Islam, akhlak terkait erat
dengan ajaran dan sumber Islam, yaitu wahyu. Sehingga sikap dan penilaian
akhlak selalu dihubungkan dengan ketentuan syariah dan
aturannya. Tidak bisa dikatakan sikap ini baik atau buruk hanya bersandar pada pendapat seseorang ataupun kelompok, karena bisa jadi pendapat tentang kebaikan dan keburukan suatu hal bisa berbeda antara dua
orang ataupun dua kelompok. Perbedaan itulah yang selalu muncul dalam kajian
falsafah masa klasik ataupun modern. Para filosof akhlak
hingga kini belum bersepakat tentang tolak ukur konsep akhlak tersebut, ada yang
berstandar pada akal, ada pula yang berstandar pada perasaan
dan kebiasaan serta asas kebaikan dan keburukan, dan lain
sebagainya.
Menurut Amin Abu Lawi, akhlak dalam perspektif Islam mempunyai nilai samawi yang
bersumber dari al-Qur’an. Menurutnya, akhlak dapat dimaknai dengan mengacu
kepada hukum dan ketetapan syari’ah yang lima, yaitu hukum wajib, sunnah,
mubah, makruh dan haram, karena itulah realitas akhlak . Lebih lanjut
dijelaskan bahwa bila akhlak berbasis kepada hukum yang lima, maka klasifikasinya
seperti berikut ini: akhlak wajib, seperti prilaku jujur, amanah, iklas dan
seterusnya; akhlak sunnah seperti mengucapkan salam, memberi makan dan sedekah;
akhlak mubah, seperti bermain dan bersendau gurau dengan teman; akhlak makruh
seperti tidak berinteraksi dengan masyarakan dan hidup menyendiri; akhlak haram
seperti berzina, minum khamar, berdusta, berkhianat, mencuri dan lain
sebagainya.
Selain itu, sumber akhlak lainnya adalah sunnah
nabi Muhammad SAW. Pandangan ini berdalil pada pendapat Aisyah ra ketika
menafsirkan akhlak rasul yang tergambar dalam “al-khuluq al-a’dim”
(QS. Al-Qalam: 4), yaitu al-Qur’an. Riwayat Muslim tersebut di-syarah-kan
oleh Imam Nawawi dalam kitab shalat, bahwa makna kalimat ‘akhlak rasulullah itu
adalah al-Qur’an’ adalah rasulullah mengamalkan al-Qur’an, patuh pada
ketentuan-ketentuanNya, beradab dengan al-Qur’an, mengambil i’tibar dari
perumpamaan dan kisah-kisah di dalamnya, mentaddaburinya serta
membacanya dengan baik. Lebih jauh lagi,
akhlak bagi seorang muslim adalah melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan
menjauhi laranganNya sesuai yang diajarkan Rasulullah saw
Dalam dunia pendidikan Islam, orientasi
pendidikan Islam diarahkan untuk menumbuhkan integrasi antara iman, ilmu, amal,
dan akhlak. Semua dimensi itu bergerak saling melengkapi satu sama lain
sehingga mampu mewujudkan ‘insan yang shaleh’ (manusia sempurna) atau pribadi
yang utuh Perpaduan seluruh dimensi itu telah menjadi idealisme yang sering
digambarkan dalam ajaran Islam. Hanya pribadi yang memiliki perpaduan potensi
itulah yang layak untuk menjalankan fungsinya sebagai khalîfat fî al-‘ard
dengan kewenangannya mengelola, melestarikan, memakmurkan, dan memberdayakan
alam. Dari pandangan ini kita bisa melihat karakteristik pemahaman Islam
terhadap hakekat pendidikan akhlak, yaitu:
- tidak terkungkung pada teks-teks saja,
- integral karena mencakup berbagai sisi positif untuk melakukan pendidikan menyeluruh,
- menggunakan berbagai macam pendekatan dan memiliki metodologis pengajarannya luas,
- tidak terpaku pada satu teori yang diungkapkan para pemikir dalam Islam karena pendapat mereka hanya parsial dari makna akhlak itu sendiri,
- melakukan pelatihan pada pelaku pendidikan karena tidak cukup hanya memberikan pandangan ilmiah dan teori semata,
- pembentukan manusia dari sisi kebutuhan masyarakat dan kemanusiaan, hal ini dibangun dari rasa solidaritas, memahami hak asasi manusia, yang semua itu dilakukan di bawah naungan ibadah kepada Allah SWT.
Ketujuh karakteristik ini menuntun manusia
untuk mencapai tujuan akhir dari pendidikan akhlak, yaitu mendorong jiwa
seorang mukmin untuk mencintai syari’ah agamanya, menanamkan nilai syariah
dalam jiwa mereka, membangun pemahaman tentang figuritas keteladanan dalam
akhlak dan memotivasi berperilaku mereka dengan sifat-sifat yang terpuji dalam
perkembangan akhlak. Dengan kata lain, esensi dari pendidikan akhlak adalah
melahirkan manusia yang berpribadi muslim yang taat terhadap hukum dan
ketetapan syari’ah Islam. Jika akhlak diartikan seperti pemahaman Ibnu Miskawih
yang menekankan bahwa akhlak adalah perbuatan yang dilakukan tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan, maka pendidikan akhlak menjadi upaya melahirkan
manusia berpribadi muslim yang mudah untuk melaksanakan ketentuan hukum dan
ketetapan syari’ah agama, dan sikap taat tersebut selalu menjadi sifatnya
ketika berhadapan dengan ketentuan agama, tanpa banyak alasan untuk tidak
melaksanakannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian metodologi
pendidikan islam merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan
mendidik. Metodologi pendidikan islam memberikan tugas dan fungsi memberikan
jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan dari ilmu pendidikan islam
tersebut. Pelaksanaannya berada dalam ruang lingkup proses kependidikan yang
diciptakan unuk mencapai tujuan pendidikan islam.
Jenis-jenis pendidikan itu sendiri bermacam-macam diantaranya yaitu, pendidkan Umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan
keagamaan dan pendidikan khusus.
Metodologi dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an disebut berperan besar dalam
melakukan proses pendidikan karena memiliki dua alasan, yaitu : Pertama, Al-Qur’an
banyak menggunakan term-term yang mewakili dunia pendidikan. Kedua, Al-Qur’an mendorong ummat
manusia berfikir dan melakukan analisa pada fenomena yang berada di sekitar
kehidupan manusia itu sendiri.
B.
Saran
Dari hasil penulisan makalah ini, penulis berharap kepada
teman-teman mahasiswa atau mahasiswi untuk lebih banyak lagi membaca di
buku-buku lain agar memperoleh pengetahuan yang luas tentang “Metodologi
Pendidikan Islam”. Karena penulis merasa bahwa makalah ini jauh dari sempurna
dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun pembahasan. Maka
dari itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
§
Nur Uhbiyat dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam,( Bandung,
Pustaka Setia : 1997)
§
Sudiyono.H.M. Drs; Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2009), Jilid Ke-1.
§
http://paipendidikanagamaislam.blogspot.com/2010/12/prinsip-pendidikan- islam.html di aksespada tanggal 20 maret 2015
No comments:
Post a Comment